rute ke ujung genteng dari jakarta naik motor

Jakartake Sukabumi ditempuh dalam waktu kurang lebih 3 jam perjalanan. Dan setelah bertemu dengan mas Gilang dan mas Ardi di alun-alun Sukabumi, kami lalu melanjutkan perjalanan ke Ciletuh. Butuh waktu kurang lebih 3-4 jam perjalanan dari Sukabumi ke Ciletuh.. Drama malam itu adalah cara driver membawa mobil yang membuat kami tidak bisa berkata apa-apa. Innovapunakhirnya parkir di warung sate embe mang Asep nu teu kasep. Gerimis masih menemani santap malam diselingi obrolan jeung mang Asep seputar jalur ke Ujung Genteng masalahnya belum ada satu kru pun yang tau rute ke Ujung Genteng uedan pisan, nekad Bro. Abis santap malam Innova kembali ke laptop masuk trek Sukabumi - Pelabuhan Tiketpulang tanggal 26 kami refund saja nanti di stasiun. Untuk jadwalnya ada 3 kali keberangkatan dari Bogor maupun dari Sukabumi. Nah kami ambil keberangkatan yang paling pagi jam 08.10 sampai di Sukabumi jam 10.05 perjalanan kurang lebih 2 jam. Perlu di ketahui kereta api Sukabumi berangkat dari Stasiun Paledang Bogor. GapuraGladhag dahulu terdapat di ujung utara Jalan Trikora (Kantor Pos Besar Yogyakarta dan Bank BNI 46) namun sekarang ini sudah tidak ada. pemasaran sudah ke Solo, Yogyakarta, Bandung, Jakarta, Sumatera dan Magelang. Produk wayang, pemasaran sudah ke Jakarta, Bandung, Purwokerto, Jawa Timur, Yogyakarta, Solo, Wonogiri dan Sukoharjo Rutejalan-jalan ini dimulai dari Tugu Jogja dan berakhir di Istana Air Taman Sari. gunung dieng pokoknya deket-deket sana deh tapi pastinya ntr dikabarin lagi kata Pai dan seminggu kemudian diminta ke jakarta untuk di jelasin teknisnya sebelum keberangkatan. Rencana awalnya saya ingin trip ke ujung genteng karena tertarik untuk melihat Mag Je Flirten Als Je Een Relatie Hebt. Posted on July 16, 2013 . [DISCLAIMER KISAH INI TERJADI BEBERAPA TAHUN SILAM] BRAK!!! Saya membuka mata sejenak, namun kesadaran saya yang masih belum kembali dan ditambah suara yang berdenging begitu kencang di telinga memaksa saya untuk menutupnya lagi, sampai akhirnya saya mendengar suara teman-teman yang berteriak mengumpat kesakitan –juga sebagian berdzikir–, dan mencium bau asap yang mulai merasuk ke hidung. Saya berharap bahwa ini cuma mimpi, namun rasa nyeri yang menjalar di seluruh tubuh membuat saya tersadar. Saya memaksakan membuka mata, dan mendapati mobil APV yang kami gunakan menabrak sebuah pohon di sisi kanan jalan, yang membuat kap mobil tersebut terbelah dan menyangkut ke pohon tersebut. Asap mengepul tanpa henti dari kap mobil yang terluka. Adi, teman kami yang mendapat giliran menjadi supir mendapati kepalanya tersandar di kemudi. Ainul, yang duduk di sampingnya terus memegang kepalanya yang menerpa kaca depan mobil, dan darah bercucuran dari batoknya. Mario yang duduk di belakangnya, mengerang setelah kakinya terjepit di bawah jok dan bengkak hebat karena menghantam dongkrak yang tersimpan di situ. Di sampingnya, ada Wulan yang hidungnya terus mengucurkan darah, dan Handa yang langsung sesak napas karena kaget setelah guncangan hebat tersebut. Di barisan belakang, terdapat Ika, Petty, dan saya, yang memar-memar karena benturan tersebut. Sejurus kemudian, saya dan Adi –yang paling sadar di antara semuanya– membantu mengevakuasi teman-teman dari mobil nahas itu, dan meminggirkannya di warung yang telah tutup di pagi buta tersebut. Tak berapa lama, mobil kami telah menjadi tontonan orang yang lewat di daerah tersebut, dan kemudian polisi pun datang. — Malam Sebelumnya — Sekitar pukul sepuluh, mobil APV telah membawa kami menembus kemacetan Jakarta untuk bertolak menuju Sukabumi sebelum melanjutkan perjalanan ke Ujung Genteng. Kami berniat untuk menyusul rombongan rekan sejawat yang telah berangkat sore harinya, namun karena ada kuliah malam, maka kami memutuskan untuk menyusul di malam harinya setelah kuliah. Saya mengendarai mobil tersebut dari Jakarta, dan menyerahkan kuncinya ke Adi, ketika mobil telah berhasil tiba di Sukabumi –setelah tersesat di tepian hutan dan jurang, dan kembali ke rute yang benar setelah bertanya ke pos polisi setempat yang masih buka– beberapa jam kemudian. Saat itu, saya tak tahu kejutan apa yang telah menanti di Ujung Genteng. Adzan subuh mulai bergema di telinga, ketika kami memasuki Pantai Ujung Genteng. Di ujung jalan yang berangsur-angsur tertimpa cahaya matahari, kami menemukan lokasi penginapan yang dicari yaitu Mama Losmen, yang entah apakah ada hubungannya dengan Mama Lauren dan Mama Lemon. Penginapan Mama Losmen, Ujung Genteng. Pagi harinya, kami telah berkumpul bersama rombongan besar yang telah tiba terlebih dahulu malam hari kemarin. Rencananya kami akan mengunjungi dua curug Air Terjun yang terkenal di Ujung Genteng. Yang satu bernama Curug Cikaso, dan satunya bernama Curug Cigangsa. Selepas sarapan, berangkatlah kami menggunakan bus berukuran sedang yang sudah dicarter dari Jakarta oleh rombongan besar. Saat itu, kami tak tahu kejutan apa yang telah menanti di Ujung Genteng. Curug Cikaso Kurang lebih satu jam perjalanan, sampailah kami di pintu gerbang kemerdekaan masuk objek wisata Curug Cikaso, yang di pinggir kanan kirinya terdapat kios yang menjual cinderamata khas sana, termasuk kaus yang bertuliskan “CURUG CIKASO”. Setelah melihat sejenak, dan berkomentar “AH MAHAL.” Saya berkumpul bersama rombongan kecil dan melanjutkan perjalanan ke curug dengan menggunakan perahu kecil. Rombongan kecil dengan perahu kecil Ya, perahu kecil. Perjalanan menuju lokasi air terjun harus ditempuh dengan perahu kecil selama beberapa kecil. Hal yang menyenangkan, berperahu sambil berimajinasi sedang berada di Amazon tanpa perlu merisaukan akan adanya anaconda, maupun bagaimana cara shipping barang ke Indonesia. Setelah perahu menepi, ternyata kami masih harus berjalan lagi sejenak, mendaki gundukan-gundukan kecil, dan melintasi sungai berbatu yang dangkal namun licin. Dan setelah perjalanan yang cukup menantang, tibalah kami di Curug Cikaso yang terkenal itu. Curug Cikaso Curug Cikaso sebenarnya bernama Curug Luhur, namun dikenal dengan nama Cikaso, karena mengalir dari salah satu anak sungai Cikaso. Curug ini sendiri merupakan gabungan dari tiga buah curug, yaitu Curug Asepan, Curug Meong, dan Curug Aki dengan tinggi sekitar 80 meter dan lebar total 100 meter. Saking derasnya air dan kencangnya angin saat itu, baju yang saya gunakan pun basah oleh Cikaso. Sayang, sedang tak ada wet shirt contest di situ, padahal kans untuk menang cukup terbuka sempit. Almost Full Team at Curug Cikaso Karena baju yang basah dan cadangan baju yang saya bawa kurang, maka saya memutuskan untuk membeli kaus suvenir bertuliskan “CURUG CIKASO” di kios tadi. Saat itulah ucapan “AH MAHAL.” direvisi menjadi “AH GAK PAPA MAHAL SEKALI-KALI MUMPUNG DI SINI, KAPAN LAGI BROH.” Saat itu, saya masih belum tahu kejutan apa lagi yang telah disiapkan oleh Ujung Genteng. Curug Cigangsa Perjalanan ke curug ini ditempuh selama kurang lebih satu jam dari Curug Cikaso dengan menggunakan bus berukuran sedang yang berjalan dengan kecepatan sedang-sedang saja yang penting dia setia. Dari hentian bus, yang diparkir pada rumah penduduk, kami masih harus berjalan kaki untuk menuju curug ini. Untungnya, saat itu langit cerah, dan pemandangan sepanjang perjalanan pun cukup menarik, yaitu melintasi sungai yang berwarna kecokelatan dan melewati sawah-sawah yang hijau yang berpadu cantik dengan langit biru dan awan putih yang beriring. Melintasi sungai cokelat Melewati sawah hijau Setelah beberapa kali terpeleset batu kali, dan terperosok lumpur sawah, kami semakin mendekati ujung jalan setapak tersebut. Di ujung jalan yang semakin menurun, kami menemukan sungai yang mengalir ke batuan hitam di bawahnya. Dan itulah yang disebut Curug Cigangsa. Menariknya, Curug ini bertipe versatile, yaitu bisa dinikmati dari atas melihat batuan hitam yang menjadi landasan air terjun dan dari bawah menikmati air yang terjun bebas dari sungai berwarna cokelat tersebut. Jika Curug Cikaso berwarna hijau karena lumut, maka Curug Cigangsa berwarna cokelat karena lumpur. Curug Cigangsa Salah satu hal yang agak mengesalkan di sini adalah, ketika sampai bawah, balik lagi ke atasnya malas dan capai, bro! Oleh karena itu, kami memanfaatkan dengan sungguh-sungguh kesempatan untuk mengambil beberapa gambar di lokasi ini. Klik! Model Video Klip Dewi SancaAinul – Ariel – Petty – Ika – Adi – Handa – Wulan – Mario Setelah perjuangan panjang, kami pun berhasil kembali ke dalam bus dengan selamat sentosa. Saat itu, kami masih tak menduga bahwa masih ada kejutan selanjutnya dari Ujung Genteng. Pantai Ujung Genteng Setelah menempuh perjalanan yang melelahkan, kami pun menjadikan bus sebagai tempat beristirahat sebelum tiba di penginapan. Ada yang tertidur pulas, ada yang asyik mengobrol, ada yang karaoke di dalam bus, dan ada yang bermesraan. 17++ Not suitable for kids. Jalan yang bergelombang menandakan bahwa kami telah dekat dengan Mama Losmen, dan akhirnya perjalanan mengunjungi dua curug di Ujung Genteng pun usai. Setelah beristirahat sejenak di penginapan, kami memutuskan untuk bersantai di pantai yang terletak tepat di seberang penginapan. Pantai Ujung Genteng sendiri merupakan pantai dengan garis pantai yang panjang membentang, dengan pasir putih, namun tidak semulus paha Cherrybelle karena terdapat banyak batuan di pasirnya. Jiyeee galau! 3 Saking capeknya akan aktivitas hari itu, kami menolak untuk menyaksikan pelepasan tukik bayi penyu yang terletak jauh dari situ –harus ditempuh dengan menggunakan ojek dengan biaya Rp. dan memilih untuk menikmati sunset di pinggir pantai. Kami merasa bahwa sepertinya kejutan dari Ujung Genteng telah usai. — Malam Harinya — “Kamu yakin, mau balik malam ini juga?” Tanya Mas Ali, sang ketua rombongan. “Iya Mas.” Jawab saya seraya membereskan barang bawaan dalam tas punggung. “Gak capek? Besok pagi aja pulangnya habis subuh. Kan tadi habis jalan-jalan seharian.” Tambahnya. “Ya lumayan sih, tapi barusan udah ngopi kok biar gak ngantuk.” Saya menjelaskan. “Lagian, besok pacar Adi ke Jakarta. Jadinya dia pengin buru-buru pulang buat pacaran. Maklumlah, insan LDR.” “Benar gak papa?” “Iya, gak papa.” Saya menjawabnya, yakin. “LDR itu gak papa kok, namanya juga cinta.” *** Saya menepikan APV yang saya bawa di pinggir jalan yang entah di mana dirimu berada, aktivitas yang saya lakukan hari itu benar-benar menguras stamina saya. Dan hanya berselang satu jam sejak saya mengemudikan dari Pantai Ujung Genteng, saya sudah merasa capai dan mengantuk. Saya pun menyerahkan tugas mulia tersebut ke Adi, membangunkannya untuk berganti tugas. Saya dan Mario yang sebelumnya berada di depan, bertukar dengan Adi dan Ainul. “Kamu gak ngantuk kan, Di?” “Enggak Mas, tenang saja.” Adi menjawabnya yakin. “Oke Di, alon-alon wae yo. Ati-ati.” Saya berpindah ke bangku belakang paling pojok, karena posisi menentukan prestasi. “Nul, ditemanin tuh, si Adi.” Setelah mobil melaju dalam gelapnya jalanan yang mulai menurun, saya pun terlelap dengan nyenyaknya. Sama seperti semua orang di mobil tersebut, termasuk Adi. Hingga … BRAK!!! Saya memaksakan membuka mata, dan mendapati mobil APV yang kami gunakan menabrak sebuah pohon di sisi kanan jalan, yang membuat kap mobil tersebut terbelah dan menyangkut ke pohon tersebut. Asap mengepul tanpa henti dari kap mobil yang terluka. Tak berapa lama, mobil kami telah menjadi tontonan orang yang lewat di daerah tersebut, dan kemudian polisi pun datang. Kami dilarikan ke Rumah Sakit Sukabumi, dan langsung masuk ke bagian UGD. Sementara mobil yang menyangkut di pohon, digelandang ke kantor polisi setempat. Saat itu pukul dua pagi, dan dokter yang bertugas jaga cuma sedikit. Sementara yang lain mendapat penanganan serius, saya menemani Adi membuat laporan ke pihak polisi. “Mengantuk” adalah keterangan yang dia berikan. Bukan karena LDR. Esoknya, setelah kesadaran kami pulih dan kesehatan berangsur membaik, kami memutuskan untuk pulang kembali ke Jakarta dengan menggunakan mobil carteran. Niat ingin hemat karena berwisata ramai-ramai, namun kami malah tekor karena harus membayar ongkos ekstra untuk pengobatan, biaya derek ke Jakarta, juga biaya ganti rugi atas kerusakan mobil yang kami sewa. Sampai Jakarta, kami langsung menuju RS Fatmawati untuk pengobatan lanjutan, dan juga ke Panti Pijat sungguhan Haji Naim untuk memijat tubuh kami yang lebam juga beberapa tulang yang bergeser. Jika kebanyakan orang menghabiskan tiga ratus ribu untuk ke Ujung Genteng, kami termasuk yang beruntung karena bisa membuang lebih dari satu juta rupiah. Sungguh Tuhan telah memberikan kejutan yang sangat besar dalam perjalanan ke Ujung Genteng ini. Traveling, is not about emotion at all, because you still have to follow your logic. - Saat merencanakan liburan, tentu saja biaya perjalanan tidak boleh sampai lupa diperhitungkan. Apabila Anda merencanakan berlibur ke Yogyakarta dari Jakarta, berikut adalah informasi mengenai harga tiket pesawat PP yang bisa Anda sesuaikan dengan budget liburan! Harga Tiket Pesawat dari Yogyakarta ke Jakarta PP Berdasarkan informasi dari beberapa situs web agen perjalanan daring pada Jumat 9/6/2023 lalu, Anda bisa mendapatkan tiket perjalanan ke Yogyakarta dari Jakarta dengan harga mulai dari Rp700 ribuan. Tawaran menarik tersebut bisa Anda dapatkan dengan membeli Trans Nusa dengan jadwal keberangkatan pukul WIB dari bandara CGK. Anda bisa mendapatkan tiket dengan harga saja. Baca Juga Ondrej Kudela Terharu oleh Sambutan Suporter, Namun Bukan Jakmania Ilustrasi daftar kecelakaan pesawat Lion Air terparah. Pixabay/blende12Sementara itu, Lion juga memiliki harga tiket yang tidak cukup berbeda jauh yakni mulai dari yang berangkat pukul WIB Kedua pesawat tersebut akan sampai di bandara Yogyakarta International Airport yang berada di Kulonprogo. Pukul WIB untuk Trans Nusa dan WIB untuk Lion Untuk melanjutkan perjalanan ke Yogyakarta, Anda bisa langsung naik kereta bandara. Jika menginginkan keberangkatan yang lebih pagi, Anda bisa memilih Super Air Jet dengan harga Pesawat ini akan diterbangkan pukul WIB dari bandara CGK dan dijadwalkan tiba di bandara YIA pada pukul Sementara itu, untuk tiket kepulangan ke Jakarta dari Yogyakarta memang sedikit lebih mahal. Anda bisa mendapatkannya dengan harga mulai dari 900 ribuan. Tawaran menarik tersebut bisa Anda dapat dengan mengambil penerbangan bersama Lion pada pukul WIB dari YIA yang dijadwalkan sampai di CGK pada pukul WIB. Harga tiket pesawat Lion dari Yogyakarta ke Jakarta ini dijual dengan harga Baca Juga Komedian Amerika Jocelyn Chia Jadi Buronan Usai Bercanda Soal Pesawat Malaysia MH370 TransNusa juga menawarkan harga tiket pesawat yang cukup bersaing yaitu dengan jadwal keberangkatan pukul WIB dari YIA dan sampai WIB di CGK. Namun, jika Anda berencana untuk pulang lebih malam demi memaksimalkan waktu liburan, Anda bisa mengambil penerbangan bersama Batik Air pada pukul WIB dari bandara YIA. Pesawat dengan harga tiket ini dijadwalkan sampai di CGK pada pukul Berdasarkan perkiraan harga tiket pesawat tersebut, artinya Anda bisa melakukan perjalanan PP dari Yogyakarta ke Jakarta dengan biaya kurang lebih Rp 1,7 juta. Harga tiket pesawat dari Yogyakarta ke Jakarta PP mungkin berubah-ubah sewaktu-waktu. Selalu pastikan kembali sebelum memesan. Kontributor Hillary Sekar Pawestri Laporan Wartawan Naufal Fauzy - Berwisata ke Puncak Bogor menggunakan motor roda dua kerap dipilih oleh para wisatawan dari berbagai daerah tidak terkecuali Jakarta. Selain bisa lebih cepat, kemacetan di Jalur Puncak pun menjadi pertimbangan beberapa orang untuk bepergian dengan roda dua. Terlebih, sistem satu arah one way yang kerap diberlakukan oleh Satlantas Polres Bogor di Jalur Puncak pun tidak berlaku bagi kendaraan motor roda dua. Bagi wisatawan asal Jakarta yang sama sekali belum pernah ke Puncak dengan menggunakan kendaraan motor roda dua, berikut rute jalan ke Puncak yang bisa dilalui. Namun sebelum berangkat, alangkah baiknya untuk memeriksa kesiapan kendaraan motor yang bakal digunakan seperti ban, rem dan yang lainnya. - Simpang PGC Pusat Grosir Cililitan Pertama, wisatawan Jakarta yang hendak ke Puncak Bogor harus bisa sampai ke Simpang Pusat Grosir Cililitan PGC, Kecamatan Keramat Jati, Jakarta Timur. Simpang ini merupakan simpang yang mempertemukan empat jalan, yakni Jalan Dewi Sartika, Jalan Mayjen Sutoyo, Jalan Cililitan Besar dan tentu saja Jalan Raya Bogor. Pengendara harus mengambil arah ke Jalan Raya Bogor dimana pengendara dari arah Jalan Dewi Sartika ketika tiba di lampu merah simpang, bisa mengambil arah kanan untuk mengambil Jalan Raya Bogor. Sedangkan dari arah Jalan Mayjen Sutoyo yang bisa dilakukan hanya melaju lurus saja sedangkan dari arah Jalan Cililitan Besar bisa mengambil arah kiri. - Jalan Raya Bogor, Cijantung Setelah pengendara motor roda dua mengambil Jalan Raya Bogor dari Simpang PGC Cililitan, pengendara bakal menuju ke arah Cijantung, Kecamatan Pasar Rebo, Jakarta Timur. Namun pengendara diimbau untuk berhati-hati ketika melintasi jalan di kawasan ini karena kerap terjadi kemacetan lalu lintas. Tanggal 7 Agustus 2020, hari Jumat adalah jatah saya wfh work from home, kesempatan ini saya jadikan untuk wisata ke Pantai Ujung Genteng, lokasinya bener2 ada di Ujung Sukabumi, pasti jauh beuuddd ini mah… Tadinya saya ingin berangkat Kamis malam atau malam Jumat, tapi kawan saya gak bisa kalau Kamis malam, dia bisa ke Ujung Genteng hari Jumat pagi, ga papa deh, lagian cuman ke pantai doank pan…. Kami sepakat ke Ujung Genteng naik motor, kawan saya punya motor matic, sedangkan motor saya kan motor sport, setelah menimbang-nimbang, kami sepakat naik motor matic. 1. Lewat Cikidang Jam hari Jumat pagi kami berangkat dari rumah otw ke Ujung Genteng, kami memilih lewat keradenan, lanjut lewat Pajajaran Bogor, lanjut Ciawi, lanjut Setu Lido, sampai akhirnya kami belok kanan via Cikidang, kondisi jalan Cikidang memang lumayan ekstrim tapi relatif lebih lancar dibandingkan jika kami lewat pasar Cibadak, sebelum memasuki jalan yang benar-benar ekstrim kami mampir dulu ke masjid untuk sholat Jumat, sekalian istirahat gaessss, setelah sholat Jumat kami lanjut naik motor. 2. Lewat Waluran Setelah melewati jalan yang cukup ekstrim, akhirnya kami sampai di pelabuhan ratu, kami pun mampir dulu di pantai Citepus dan pantai karang Hawu, setelah foto2 sebentar kami lanjut ke arah pantai ujung genteng, kami balik arah menuju pertigaan bagbagan, dan akan melalui waluran, sebelum masuk kawasan waluran atau setelah melewati pertigaan bagbagan kami mapir ke bengkel untuk ganti kanvas rem belakang, cuman sebentar doank prosesnya kanvas rem sudah diganti dengan yang baru, harganya Rp. 50 rebong, ternyata sekarang sudah masuk waktu ashar kami lanjut berangkat menuju waluran, kondisi jalan di waluran jangan di anggap enteng, jalannya berkelok, menurun dan menanjak, dengan sisi kiri jalan jurang, memang sih tidak seekstrim Cikidang, tapi kita harus tetap fokus di kawasan waluran. 3. Ban motor meledak Masih di kawasan waluran perut kami mulai keroncongan, kami pun mampir ke warteg untuk makan siang yang sangat telat, sekalian istirahat dan sholat ashar. Setelah kelar makan, sholat dan istirahat sebentar kami lanjut otw menuju ujung genteng. Sekarang giliran saya yang bawa motor, kawan saya sekarang yang di bonceng, baru beberapa meter saya kendarai kok motor nya oleng yaw? Ban nya kayak mau copot gitu deehh, lalu saya bilang ke kawan saya “kok gak enak banget motornya, kayak mau copot gitu bannya” lalu kawan saya bilang dengan nada ngeledek, “lagian bawa motor nya pelan banget, kalo pelan emang gitu, coba deh ngebut dikit pasti motornya gak oleng” kemudian saya coba ngebut dikit, tapi kok malah parah olengnya, akhirnya saya minta agar teman saya cek ban, ” gak papa kelesss, jangan lebaayyy deh, hayoo lanjut udah sore tauuu, makanya ngebut dikit broohh” gokil nih orang, motor oleng begini malah disuruh ngebut kalo ada apa-apa bisa-bisa nyemplung ke jurang neehhh. Oke saya ngebut dikit, baru juga beberapa meter tiba-tiba terdengar suara ledakan DUUAARRRR!!!! saya bilang, eh suara apaan tuh jangan-jangan ban motor lu pecah, berenti dulu deh, coba lu cek ban depan, kemudian temen saya melihat ban motornya dan memang pecah, ban luar pecah ban dalem juga pecah, waahhh kacau nehhh malah di tengah hutan pula, hawatir gak ada bengkel, malah udah jam 5 sore. Tapi masih untung pecahnya gak di turunan ekstrim atau diturunan Cikidang hehehe. Akhirnya mau gak mau kami cari bengkel, saya naik motor dan kawan saya jalan kaki, setelah tengok kiri dan tengok kanan jalan, saya liat ada bengkel motor kecil, saya pun segera mampir, si Abang langsung bilang ban luar dan ban dalem pecah dan harus di ganti, tapi si Abang gak punya stok ban luar dan ban dalem, tapi dia bisa bantu untuk beli ke bengkel lain, dengan catatan saya harus kasih uang dulu 180 ribu, karena dia gak punya duit untuk beli ban di bengkel lain, tanpa tawar menawar saya langsung kasih duit 180 ribu ke si Abang dan dia langsung pergi ke bengkel naik motor, gak lama kemudian temen saya nyampe juga ke bengkel, singkat cerita akhirnya motor sudah di ganti bannya, dan kami siap2 melanjutkan perjalanan. 4. Pantai Ujung Genteng Setelah melewati waluran, kami sampai di wilayah surade pas magrib, kami melihat ada pengendara motor di depan kami terjatuh di tengah jalan, kami pun segera membantu, dan warga sekitar pun ikut menolong pemuda naas itu, rupanya pemuda itu keserempet mobil dan sang pemilik mobil kabur lari dari tanggung jawab, gak tau juga deehh yang salah yang naik motor atau yang bawa mobil, kejadian begitu cepat, kemudian warga sekitar semakin banyak yang menolong pemuda malang itu, karena sudah banyak yang menolong kami segera lanjut meluncur ke Ujung Genteng. Pas azan Isya kami sampai di pintu masuk wisata pantai ujung genteng, sebelum masuk kawasan pantai ujung genteng kami bayar restribusi dulu, untuk motor 8 rebong ya cyiinnn tanpa karcis, karena sudah sampai di tujuan saya berhentikan motor sambil liat map untuk cek penginapan, belum juga liat map sudah ada calo penginapan menawarkan penginapan dengan harga 100 ribu permalam dan katanya dekat pantai, tapi saya tolak, walau dirayu terus menerus saya tetep tolak dengan alasan kami tidak menginap. 5. Penginapan di Ujung Genteng Setelah menolak calo penginapan yang sedikit memaksa, kami lanjut naik motor sampe bibir pantai yang ada tulisan “UJUNG GENTENG” kami segera foto-foto, sambil foto calo penginapan lain terus merayu kami dan menawarkan penginapan 100 ribu, saya tetap menolak, dan lanjut foto, setelah gak di ganggu calo, kami duduk di tepi pantai sambil merokok, sambil melihat-lihat sekitar pantai, rupanya cukup banyak penginapan di dekat pantai, lalu saya pun pura-pura beli sesuatu di salah satu warung yang cukup banyak di kawasan pantai, padahal saya mau tanya penginapan, dan saya berhasil mendapatkan penginapan seharga 170 ribu yang dekat sekali dengan pantai. Penginapannya memang cukup sederhana, tanpa tivi, tanpa AC, yang ada cuman kipas angin berukuran besar, ga papa laahh yaw…. yang penting bisa istirahat, Setelah masuk penginapan kami segera istirahat karena sudah kelelahan naik motor, selanjutnya Zzzzzzzzz…. 6. Curug Cigangsa Setelah sholat subuh, kami siap2 ke pantai, suasana agak sepi, mungkin karena masih pagi atau mungkin juga karena masih suasana covid 19 atau corona yaw cyiinnn. Setelah merasa cukup main di pantai, kami kembali ke penginapan dan selanjutnya kemas-kemas untuk selanjutnya wisata ke Curug Cigangsa di wilayah Surade,dari map saya lihat waktu tempuh dari pantai ujung genteng ke Curug sekitar 1 jam. Obyek wisata Curug Cigangsa masih sepi pagi menjelang siang kali ini, motor yang parkir cuman motor kami doank sampai kami meninggalkan Curug. Untuk sampai ke Curug kami harus berjalan kaki melewati persawahan penduduk dengan melewati pematang sawah, cukup asri pemandangan menuju curug, saat mendekati Curug kondisi jalan menurun lumayan terjal, tapi jangan khawatir untuk jalan turun sudah di buatkan anak tangga dari semen, jadi lumayan aman cyinnn… Tapi buat saya lumayan bikin ngos-ngosan ahaayyy… Menurut saya curugnya cukup rekomend, sangat bagus buat foto, sayangnya ongkos parkir lumayan mahal yaitu 8 ribu permotor, menurut saya 5 ribu adalah harga parkir motor yang paling ideal tapi sudahlah 8 ribu masih wajar kok, kecuali kalau 20 ribu keatas ya cyiinn.. Setelah puas menikmati keindahan Curug Cigangsa dan puas foto-foto, kami meninggalkan Curug yang cukup intragamable ini dan kami siap kembali ke depok. Demikian semoga bermanfaat…. Pertama kalinya touring naik motor ke Sukabumi. Perjalanan 7 jam ngga terasa karena ngga kena macet dan perjalanan aman lancar jaya tahun biasanya udah jadi agenda roadtrip ke Bali. Sudah bertahun-tahun, urusan liburan akhir tahun ngga pernah absen. Tapi tahun ini hal? Ya apalagi kalau bukan karena covid. Lonjakan penghamba liburan pasti meningkat saat akhir tahun begini. Tidak terkecuali saya. Adrenalin pengen liburan dan kebosanan sudah melanda semenjak tengah tahun. Bahkan sampai males update punya motor 150 cc yang sering banget kepikiran buat make jauh, yang ngga sekedar rumah kantor aja yang berjarak 10 menit. Tapi mau kemana???Berhubung ngga punya temen motor, ngga tau tempat touring yang asik, dan aku adalah emak-emak 2 anak yang ngga mungkin jalan sendirian, jadilah bengong aja mantengin IG Story orang kebeneran banget nemu story si rani yang lagi kangen touring. Passs nih buat diajak mabok jalan bareng. Ngga kaleng-kaleng, mainnya langsung aja jauh ke well, keliatannya deket klo hanya situgunung. Tapi ternyata plannya ke Ciletuh yang ternyata deket Ujung Genteng yang ternyata 7 jam jauhnya dari Bogor *jeng ketipu sama Google Maps yang ngaco ngasi jarak dan waktu, akhirnya perjalanan panjang siang malam sampai juga di salah satu GeoPark yang diakui Gantung SitugunungSebelum sampai ke tujuan aslinya, saya mau cerita dulu tentang tempat seru nan menegangkan. Ngga heran tempatnya rame walo sedang Covid gini, karena emang sebagus jembatan gantung ini baru banget. Sekitar 2 tahunan, sementara saya terakhir kali ke sana di tahun 2014 sewaktu anak-anak masih cilik riwut gitu. Waktu itu nginep di Tanakita dalam rangka gratisan menang ke sini itu ngga sengaja, karena kecepetan sampai di Sukabumi. Menyetir motor lewat jalan tikus dan ngga macet bikin perjalanan lancar jawa. Oia maksudnya bukan ngga ada kemacetan, tapi karena naik motor jadi ngga ikutan bermacet ria perjalanan sampai di Cibadak hanya 2 jam, start dari KFC sebelah Terminal Baranangsiang. Ngerasa kecepetan akhirnya jajal ke Situgunung ke tempat jembatan gantung yang kesohor kalau ke sini itu kayaknya pagi. Belum macet dan ngga susah cari parkiran. Apalagi kalau bawa keluarga + mobil. Kalo motor, ya jangan ditanya. Gampang banget kakinya lumayan jauh dan lumayan naik turun, jadi siapkan fisik dan juga uang tentunya. Ngomong-ngomong uang, ini untuk biaya selfie naik ke jembatan sih harga tiket masuk Situ Gunung Suspension Bridge ? Hmm ini bebas, mau pilih yang ekonomis, standar, atau VIP. Karena semua bebas dipilih sesuai ukuran mau yang ekonomis, bisa beli tiket 50rb. Ini include welcome drink, naik jembatan gantung dan pulangnya jauh muterin air terjun. Kurang lebih jalannya agak standar tapi juga sama antrinya ada di harga 60rb. Bedanya sama yang versi ekonomis, jalur pulangnya lebih pendek. Naik jembatan sekali lagi buat motong jalan dan ngga perlu muterin air terjun. Jalurnya lebih singkat, sekitar jalur sultan juga ada, bayarnya 100ribu. Ini sedari awal langsung pilih papan penunjuk VIP ya. Karena kalo jalur rakyat nanti malah salah. Jadi enaknya si jalur VIP ini, ngga pake ngantri. Trus dari depan sampe pintu masuk jembatan dianterin. Pulangnya juga sama sih lewat jembatan kedua, tapi lebih enak karena ngga capek antri mau pilih yang mana, ya terserah Anda. Yang pasti semuanya dapet view jembatan gantung yang menawan, yang bikin deg-degan, plus jantungan karena jembatannya goyang-goyang dan berada di ketinggian 107 dong seremnya serunya gimana! So far sih aman ya, karena jembatannya terikat kuat dan kita pakai sabuk pengaman yang ngga dipasang dimana-mana, cuman dilingkerin aja di obviously breath taking, udaranya seger banget, dan jalannya lumayan panjang karena kita kudu jalan sepanjang 243 meter. Dijamin takut dapet angle baru untuk lihat hutannya Indonesia yang bagus banget itu. Dan ini adalah salah satu jembatan yang terpanjang di Asia Tengara CiletuhSelesai antri yang panjang buanget itu, jam 4 sore baru turun gunung. Untungnya ngga hujan, jadi bisa leluasa rencanain rute yang lain. Nah, berhubung si Google Maps cuman ngasi lihat 2 jam aja ke Ciletuh, akhirnya kita bablas aja. Dengan perkiraan jam 6 sore bisa ya, plisssssss. JANGAN PERNAH PERCAYA GOOGLE MAPS! I warn you!Udah kesekian kali ketipu Gmaps yang akhirnya kaya pasrah aja dikibulin wkwkwk. Perjalanan yang “katanya” hanya 2 jam saja, ternyata 4 jam loh sodara-sodara. Aku ndak ngerti ini dia gemana sih dong, jam 6 sore itu baru nyampe di Palabuhan Ratu, yang kita kira cuman 1 jam-an lagi aja. Ternyata masih 73 km yang melewati bukit di malam hari nomor satu untuk perjalanan ke Ciletuh, lakukan di SIANG HARI. Kalo kepepet malam hari seperti saya, please hati-hati. Saya beruntung banget ngga hujan. Karena jalanan pasti licin ditambah lagi gelap. Untungnya, sepanjang perjalanan aman dan jalanan juga pastikan kendaraan dalam kondisi prima apabila terpaksa berjalan malam. Yang pasti, kalau kemalaman di jalan harus banget cari penginapan. Jangan yang saya dapatkan itu setelah menempuh perjalanan 2 jam lamanya dari tempat persinggahan untuk mengisi bensin dan makan. Kebayang dong frustasinya gimana. Udah malam padahal baru jam dan pengen tidur karena ketakutan di jalan wkwkwk. Untungnya nemu penginapan cakep dan yang pengen nginep murah dan punya view keren, cus ya booking dulu aja di Homestay Geopark Ciletuh Palabuhanratu D’Sakinah Panenjoan di nomor hape 0812 9129 7710 – 0858 7284 6757. Dijamin murah, cuma 200rb aja semalam bisa berdua dalam 1 dan frustasi akibat semalaman berkendara, akhirnya tuh semua kebayar banget dengan pemandangan pagi seperti ini ^^.Ya well, ini berada di pintu masuk Geopark Ciletuh, yang mana orang mengira Geopark itu yang ada pantainya dan ada Geopark Ciletuh adalah sebuah kawasan wisata dan budaya yang lengkap yang memenuhi persyaratan menjadi Geopark yang diakui dunia. Gimana ngga keren banget, itu dari jauh udah kaya Niagara loh air kawasan Palabuhan Ratu Ciletuh ini dulu adalah daratan yang sama rata. Tapi kemudian sebagian amblas dan membentuk elevasi yang berbeda-beda. Makanya ada bagian atas dan bagian letak kemagisan keindahannya, kita bisa melihat dataran rendah dengan lebih leluasa dari dataran atas karena jaraknya yang tidak terlalu jauh. Yang paling penting, bisa langsung melihat view pantai yang cakep cuma itu, semua kawasan ini tuh indah banget dan lengkap. Jadi kalau mau ke pantai ada, ke air terjun ada, tracking juga bisa, motoran naik turun dengan track yang menegangkan juga ada. Mau nongkrong di ketinggian juga ada. Yang pasti jangan sepedaan, bisa gempor banget penting lagi, sebaiknya semua dilakukan pada pagi sampai sore hari. Selain jalanan aman, pemandangan juga keren abis di waktu siang. Pasti pengen berhenti terus buat poto-poto saking ampun, beneran keren banget dan aman buat lepas masker, jadi bisa hirup udara segar waktu naik motor. Duh pengen deh ke sana Touring Ala-ala Biar NyamanNah yang lagi bosen dan ngga bisa kemana-mana, pilihan touring naik motor bisa jadi menarik nih. Saya sendiri pun baru kali ini ngelakuin loh gara-gara temen lagi suka banget ama motor. Jadi buat yang nyubi kaya saya, bisa lumayan sharing nih. Apa aja sih yang perlu dipersiapkan, apalagi kalo ada planning ke Sukabumi Geopark kudu mumpuni. Ini bukannya mau sombong, tapi emang jalanan di sana nanjaknya ngga kaleng-kaleng. Sumpah tinggi banget dan bakal susah kalo motornya ngga mumpuni. Kita sendiri yang bakalan susah wekekek. Minimal 125 CC masih oke buat diajak jalan. Eh tapi tergantung skill pengendaranya juga harus selalu full. Sebetulnya banyak banget pengisian bensin mini untuk motor walo di tengah hutan sekalipun. Tapi yang paling amannya adalah bensin harus selalu terisi dan segera cari pengisian ketika sudah sisa setengah. Mana taukan abis ini masuk hutan dan harus selalu ready, kalo bisa pake motor yang bisa ngecas. Ini bakalan berguna untuk komunikasi antar pemotor. Saya sendiri pake Discord yang mana ngga guna wkwkwk. Sekitar sejam dua jam masih oke, tapi begitu masuk gunung dan sinyal naik turun, ya wassalam. Tapi klo bisa lancar, itu bakalan enak sih. Apalagi tipe yang suka ketinggalan kaya saya tujuan dan mengukur jarak. Saya baru ngeh yang namanya ngukur jalan tuh kaya gini. Karena biasa naik mobil, ukuran saya biasanya 1km itu 1 menit iya, segila itu kalo di jalanan wkwkwk. Nah berbeda dengan motor, ternyata ngga begitu. Jadi bakalan 2-3x lebih lama karena ngga nyampe kecepatannya walo udah digeber. Pastikan di awal udah tau berapa km yang ditempuh dan berapa lama dan makan yang banyak. Ini udah paling penting ya, jangan sampe masuk angin. Pastiin selalu kenyang dan badan dalam keadaan hangat. Ribet kan kalo sakit di jalan, nanti siapa yang bawa motornya pas pulang wkwkwkJalan siang hari dan set waktu. Menurut saya, ini yang paling penting. Jalan malam itu berbahaya dan berisiko tinggi. Jadi jangan sampe salah menghitung waktu kaya saya nih yang harus tetep jalan di malam hari karena kanan kiri hutan dan jurang postingan panjang ini berakhir sudah. So far saya suka banget ama touring ini. Nikmatin banget dan bikin nagih. Kira-kira kemana lagi tempat yang asik buat di-touring-in? 5 votesArticle Rating

rute ke ujung genteng dari jakarta naik motor